Wednesday, May 31, 2006

Editorial







MATA HAMBA :
KISAH DALAM WEWAYANGAN





Keterangan gambar : Kesedihan melingkupi DIY, seperti terlihat di RS dr Sutjipto, Yogyakarta (Sumber : Kompas Minggu 28 Mei 2006)





" Tolong pak Ustadz, buatkan mushola Pak Ustadz, kecil juga tidak apa-apa. Agar Sholat kita tidak hancur Pak Ustadz. Tolong Pak usadz sampaikan kepada para penyumbang. Untuk yang mampu saya rasa adalah hal mudah. Sekarang ini kita tidak punya rumah , tidak punya harta , jangan sampai iman dan sholat kita ikut hancur. "

DEMIKIAN salah satu permintaan salah seorang pengungsi kepada Aa Gym di salah satu tenda di Jawa Tengah yang dibangun setelah gempa tektonik sebesar 5,9 scala richter melanda beberapa kota dan desa di Yogyakarta dan sekitarnya.

Pagi itu tanggal 31 Mei 2006 . Waktu menunjukkan pukul 5.30 pagi. Hanya perasaan kedinginan yang membuat badan menggigil yang ada. Juga perasaan kesedihan yang mencekam . Disudut ada seorang ibu yang merintih menangisi anaknya yang meninggal karena tidak terselamatkan nyawanya akibat tertimpa rumah, sedangkan sang suami terpisah karena suasana yang panik. Entah di mana sang suami sekarang berada. Tidak hanya si ibu yang merasa kehilangan. Semua orang di sini merasakan duka yang mendalam karena alasan yang tidak jauh berbeda.

Tidak ada mata keriangan di sana. Semua mata terlihat sayu dan memerah. Sesekali mereka kelihatan girang ketika bantuan di atas truk datang. Tetapi akhirnya kembali mendung menggayut di mata mereka ketika kembali teringat nasibnya yang rata-rata serupa, sama-sama tidak memiliki tempat berteduh untuk keluarganya..

Tidak ada mata kesombongan di sini. Semua mata menunduk pasrah. Pasrah semata, hanya sibuk menyusut air mata sambil mencoba menata hati. Semua mata seperti kembali kepada fitrahnya. Fitrahnya sebagai seorang hamba Tuhan yang hanya siap menanti panggilan. Siapakah yang harus dipanggil, si anakkah, atau si orang tuakah yang duluan? Dan dengan cara apakah?

Terjepit bumi yang dipaksa merekah, atau "wedus gombel' yang bertiup melintas menggantikan oksigen kita ? Ataukah gunung yang tiba-tiba memuntahkan isinya, dan tanpa sengaja isinya menimpa kepala kita ? Atau laharnya yang tiba-tiba meleleh, menyergap kita (yang lagi enak-enak tidur) menuju tidur yang selamanya? Ataukah air laut yang meluap setinggi 20 meter, yang datang begitu saja, menyeret semua kehidupan yang ada ? Kelihatannya semua cara sah saja untuk Sang Maha Pemilik Kehidupan. Sah saja kalau semua kehidupan diambil kembali kalau memang "kontrak hidupnya" sudah habis .

Peluang yang kita miliki hanyalah waktu. Waktu sebelum kejadian itulah yang dapat kita pergunakan seoptimal mungkin. Kurangi melakukan hal-hal yang kurang perlu. Semaksimal mungkin waktu kita pergunakan untuk memberikan apa yang terbaik yang kita miliki untuk keluarga. Memberikan pelayanan yang terbaik kepada suami atau istri kita. Memberikan perhatian dan asuhan kepada anak kita dengan tulus. Mendidiknya supaya menjadi anak sholeh yang dicintai Tuhan. Agar ketika kita "dipanggil" duluan, doa agar kuburan kita jadi lapang dan terang bercahaya dikabulkan oleh Tuhan. Juga agar ada kavling untuk kita, di Surga. Juga ada amalan tingkah laku seperti sikap kesederhanaan dan perilaku kejujuran kita yang diteladani dan dapat dibanggakan si anak kelak.

KEHIDUPAN seringkali seperti lakon wewayangan Jawa. Ketika peran berakhir, rela tidak rela, suka tidak suka, Sang Dalang akan mengembalikan tokohnya ke dalam kotak. Sang Dalang tidak kenal tawar-menawar, sogok menyogok. Tokoh sentral pun harus pasrah ketika dicabut dari batang pisang kalau memang perannya selesai. Sang penonton pun akan ikhlas dipaksa pulang ketika gunungan dikeluarkan.

======

YOGYA BERDUKA

Pemerintah Siapkan Rp1,4 Miliar
untuk Perbaikan Jalan di Yogya dan Jateng


Laporan : Erlangga Djumena




Keterangan Gambar :
Kerusakan , di sejumlah jalan di Klaten , Jawa Tengah seperti yang terlihat di Desa Canan, Wedi. (Sumber : Kompas, 28 Mei 2006)









Jakarta, KCM
Pemerintah menyiapkan dana sekitar Rp1,4 miliar untuk memperbaiki jalan-jalan yang rusak akibat gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah. "Kita ada dana tanggap darurat, sekitar Rp1,4 miliar," kata Direktur Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum Hendriyanto N. di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (30/5).

Menurutnya, saat ini pihaknya masih melakukan inventarisasi kerusakan jalan yang diakibatkan oleh gempa berkekuatan 5,9 skala richter tersebut. Tapi, ia memastikan dana tersebut akan cukup, mengingat kerusakan hanya terjadi di titik-titik tertentu. Jalur jalan yang mengalami rusak terparah adalah jalur menuju Selatan, yang kebanyakan merupakan jalan provinsi dan jalan kabupaten. "Ya, seperti dari Yogya ke arah Wonosari, Yogya-Prambanan, dan Prambanan ke arah Klaten," katanya.


Sumber : Kompas Cybermedia, Selasa, 30 Mei 2006, 16:34 WIB

============
Kunjungan Presiden:
Prioritas Pada Korban Luka



Klaten, Kompas

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginginkan pemerintah Provinsi Jateng dan Provinsi DIY bekerja dengan gigih dalam menangani bencana gempa bumi. Jemput rakyat, jangan menunggu sebab kesuksesan penanganan bencana ini tergantung pada kegesitan aparat pemerintah.

Hal tersebut diungkapkan presiden saat mengunjungi lokasi gempa di Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten Klaten, Jateng. Selain itu presiden juga mengunjungi Kecamatan Prambanan dan Kecamatan Wedi.

"Prioritas kita saat ini adalah merawat dan mengobati korban luka. Setelah yang sakit sembuh, pemerintah akan membantu pembangunan rumah-rumah. Hari ini akan didorong 20 tenda yang bisa menampung 25 orang, diharapkan sudah berdiri malam ini, " kata presiden.

Presiden mengatakan, dalam situasi tanggap darurat ini koordinasi harus berjalan baik. Presiden meminta bantuan disampaikan pada sasaran. Presiden juga balik mengkritik pihak-pihak yang menyorot upaya pemerintah. Lebih baik membantu korban daripada menyorot sana-sini.

Menurut presden jika masih kekurangan tenda akan didatangkan tenda-tenda dari Aceh sisa bantuan luar negeri untuk bencana tsunami. Pembangunan sekolah akan menjadi prioritas.

Saat meninjau lokasi bencana di Masjid Al_Mutaqin Kecamatan Prambanan, seorang warga bernama Ny Ari menjerit kemudian pingsan di depan presiden dan Ny Ani Yudhoyono setelah bersalaman. Ny Ari shock karena rumahnya rata dengan tanah.

Sumber : Laporan Wartawan Kompas Wisnu Aji Deweabrata, Selasa, 30 Mei 2006, 18:23 WIB



Keterangan Gambar :
Warga di Dusun Sarap Cilik, Canan, Wedi , Klaten, Jawa Tengah, mencari barang-barang yang bisa diselamatkan dari reruntuhan rumah.

(Sumber : Kompas Minggu 28 Mei 2006)





No comments: