Tuesday, May 09, 2006

Editorial







"Lain Ladang Lain Belalang, Lain Lubuk Lain Ikannya"

Begitu kata pepatah dalam khasanah sastra kita. Pepatah yang dilahirkan dari adat istiadat nenek moyang kita ternyata memang terbukti kebenarannya. Bahkan Long Lasting. Benar, setiap daerah di dunia ini diciptakan oleh Allah SWT dengan berbagai keunikannya tersendiri. Jadi memang tidak ada salahnya dan bahkan memang dianjurkan agar kita mau bepergian ke mana saja. Agar kita bisa meluaskan pemandangan dan mempertinggi wacana berfikir kita agar tidak seperti katak dalam tempurung.

Jangan hanya mau menjadi turis domestik saja, kalau benar memang mampu secara finansial maupun fisik, apa salahnya kita sekali-kali menjadi turis asing. Sedikitnya ke negara tetangga. Bukan untuk maksud mencari kejelekan negara sendiri tetapi kalau dalam bahasa anggota DPR : sebagai studi perbandingan. Tidak semua yang dari luar pasti bagus, juga tidak selalu yang dari dalam pasti buruk. Memang benar. Teknologi yang sekarang ada memang bisa menjangkau secara audio visual . Tetapi tentunya tidak sama dengan kalau kita pernah menjelajah ke sana. Sebagai pemisalan : segarnya air sungai bila diteguk dari mata airnya langsung di Sukabumi tentu berbeda dengan air botolan yang biasa dijual di pinggir-pinggir jalan di Jakarta. Atau hangatnya mentari di Jakarta dengan panasnya mentari di Nairobi tentu sangat berbeda.

Hai sobat netters, mumpung masih ada umur, mari sedikit kita luangkan waktu untuk bepergian ke daerah-daerah yang belum kita jelajahi minimal di pelosok Nusantara yang kita cintai ini!

Salam hangat dari Editor Anda!

===========









17 SEBAB SAYA MENCINTAI INDONESIA

Oleh : Pandji Kiansantang *




  1. Indonesia adalah Negara tempat kelahiran saya. Dimana saya lahir, pastilah memiliki ikatan emosional dengan saya karena di sana air ketuban Ibu saya pecah dan ari-ari saya dikubur. I was born in this country and I wish I will be buried here too.
  2. Disinilah beta hidup, besar dan mencari nafkah. Kita harus bersyukur dan berterimakasih karena negeri ini telah "menghidupi" kita.
  3. Kewarganegaraan (citizenship) saya. Saya adalah WNI. Bayangkan, betapa sedihnya jika kita tidak memiliki kewarganegaan (stateless, seperti Tom Hanks yang terlunta-lunta di film "Terminal")
  4. Indonesia adalah "Negara Besar" dilihat jumlah penduduk (242 juta jiwa, yang merupakan Negara ke-4 terbanyak penduduknya di dunia, sesudah China, India dan AS) dan luas wilayah (ke-15 terluas di dunia)
  5. Merupakan "Negara Kepulauan" (Archipelago) terbesar. Terdiri dari 18.108 pulau (dimana 6 ribu pulau tidak berpenghuni). Rentangan (span) wilayah Indonesia hampir sama dengan ujung barat sampai ujung timur Eropa atau sebanding coast to coast in USA.
  6. "Zamrud Katulistiwa" : terletak pada posisi yang strategis di khatulistiwa (equator) dan antar-benua & antar-samudra (Nus-antara). Lihatlah globe (bola dunia), mana ada negara lain letaknya begitu di tengah-tengah (center-point) selain Indonesia.
  7. "Surga Dunia" dengan keindahan alam, seperti Bali ("Pulau Dewata") dan berbagai lokasi wisata lainnnya yang eksotis.
  8. "Surga Flora dan Fauna" : begitu banyak spesies yang khas dan tak dapat dijumpai di wilayah lain di dunia (Komodo, Orang-utan, dll). Flora dan fauna sangat kontras berbeda antara Kalimantan dan Bali di bagian barat dan Sulawesi dan Timor di bagian timur. Perbatasan ekologis yang disebut "Garis Wallace" ini merupakan perbatasan Asia dan Australia, sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara bi-continental.
  9. Kekayaan alam yang tiada duanya. Dari dulu menjadi incaran kolonialis Eropa untuk menguasai rempah-rempah (Columbus sebenarnya berniat ke Maluku, tapi malah "nyasar" menemukan Amerika). Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda dan Jepang saling baku hantam untuk memperebutkan hasil alam termasuk minyak Indonesia. Belanda sebuah negara yang miskin berhasil menjadi kaya raya berkat eksploitasi hasil alam Indonesia, dan bahkan hingga kini perusahaan-perusahaan pertambangan Barat masih menguras mineral Indonesia.
  10. "Bhinneka Tunggal Ika" : kemajemukan ras, etnis (lebih dari 740 etnis, dimana di Papua saja terdapat 270 kelompok etnis), budaya, bahasa, agama dan kondisi sosial-ekonomi.
  11. Memiliki akar sejarah yang panjang (tengkorak "Homo Javanensis" sebagai salah satu manusia tertua di dunia , prasasti abad ke-5 Masehi) dengan kejayaan Masa Lampau (dominasi Sriwijaya dan Majapahit di Nusantara). Beberapa kali kerajaan kita mampu mengalahkan pasukan asing yang ketika itu menjadi kekuatan adidaya, yaitu Pasukan Raden Wijaya yang mampu mengalahkan serangan Mongol pada abad ke-13 dan pasukan Falatehan yang mengalahkan Portugis pada abad ke-16.
  12. Mewarisi nilai-nilai budaya yang luhur (cultural heritage) - disebut juga "local genius" -- termasuk teknologi yang tinggi (pembangunan Borobudur), batik, songket, wayang, pencak silat, dll.
  13. RI adalah negara patriotis sejati, yang lahir dari perjuangan dengan darah, keringat dan air mata (blood, sweat and tears). Kemerdekaan yang diperoleh bukanlah hasil "pemberian" negara penjajah, tapi hasil dari "mental pejuang". Hari Kemerdekaan kita, 17 Agustus 1945 adalah sangat patut dibanggakan karena para pendiri (founder fathers) negara kita adalah pelopor bangsa-bangsa Asia Afrika yang berani memerdekakan diri dari belenggu penjajahan Barat.
  14. Merupakan Negara Muslim terbesar di dunia (juga dengan jumlah mesjid dan jemaah haji terbanyak) walaupun merupakan negara muslim yang paling jauh letaknya dari wilayah asal Islam (Arab). 88% penduduk Indonesia adalah muslim.
  15. Kini merupakan "orang sakit dari Asia" (sickman of Asia) yang perlu dibantu. Ibu Pertiwi kini sedang berduka karena Krisis Multidimensi dan praktek KKN yang kronis yang menyebabkan keterpurukan di berbagai hal.
  16. "Indonesia Menangis" : negeri ini sedang "dicoba" oleh Tuhan dengan berbagai bencana. Yang terdahsyat adalah Tsunami pada 26 Desember 2004 yang melanda Aceh dan Nias yang menewaskan lebih dari 200 ribu jiwa dan disebut sebagai "Bencana Abad Ini"
  17. Last but not the least, kita memiliki potensi untuk bangkit dan menjadi Negara besar di dunia. Membantu Negara tercinta ini bangkit dari keterpurukan. Disinilah kita dapat berperan untuk membuktikan bahwa kita bukanlah "bangsa pecundang" (loser nation).

Jakarta, 10 Mei 2006

* Penulis adalah seorang pengamat masalah Sosial, Budaya dan Sejarah, tinggal di Jakarta

======





PEJABAT YANG SEDERHANA

Oleh: Rubina Qurratu'ain Zalfa'


Kini, di manakah Presiden baru Iran tinggal? Tetap dirumahnya yang jelek (dinding luarnya masih bata, belum
ditembok) di kawasan Tehran timur. Petugas keamananterpaksa membuat posko keamanan di ujung jalan,
mendata semua tetangga termasuk sanak famili mereka, sehingga orang-orang yang keluar masuk jalan kecil itu
bisa dimonitor. Terakhir, mau tahu apa isi press release pertama Presiden Iran yang baru terpilih itu?
Isinya: Semua pihak dihimbau untuk tidak memasang iklan ucapan selamat di koran-koran dan semua kantor
dilarang memasang foto presiden!

Itulah sepenggal cerita yang saya baca di sebuah milis, kiriman seorang warga Indonesia yang tinggal di
Iran, tentang kesederhanaan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad. Membaca milis itu, saya jadi teringat
dengan kisah-kisah kesederhanaan para pemimpin Islam di masa lalu. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
misalnya, saat beliau memegang tampuk pemerintahan kaum Muslimin di Kufah, kaum Muslim hidup berkecukupan karena pajak dan harta rampasan dari negara-negara yang berhasil ditaklukan melimpah ke negerinya. Umat Islam tidak kekurangan makanan dan berpakaian serba indah. Namun sang pemimpin Ali bin Abi Thalib tetap mengenakan pakaian tua yang sudah lusuh dan penuh tambalan.

Ketika ditanya mengapa beliau berpakaian seperti itu, Ali bin Abi Thalib menjawab,"Dengan pakaian sepertiini hati merasa takut dan pikiran merasa sederhana. Sesungguhnya, dunia ini dan akhirat nanti saling
bermusuhan dan arah jalannya berbeda. Barang siapa mencintai dunia, akan membenci akhirat dan menjadi
musuhnya. Keadaan ini ibarat Timur dan Barat. Apabila seseorang berjalan mendekati yang satu, maka ia akan
menjauh dari yang lainnya..." Perkataan Amirul Mukminin ini mengisyaratkan, bahwa beliau sangat
berhati-hati menggunakan harta negara. Meski sebagai pemimpin bisa saja beliau membelanjakan harta negara
itu untuk keperluan dirinya, namun kesederhanaan hidup beliau mencegahnya melakukan hal itu.

Mengingat kisah-kisah semacam ini, membuat saya tersenyum getir. Bukan karena saya kasihan sama
Ahmadinejad yang tembok rumahnya saja belum diplester bahkan sepatunya saja sudah agak 'bulukan'. Tapi
karena saya teringat dengan kiprah para pejabat di negara saya sendiri yang malah jadi kaya begitu
memegang jabatan. Jabatan bukan lagi dianggap sebagai amanah rakyat tapi dijadikan alat untuk menguras harta
negara bahkan harta yang seharusnya menjadi hak rakyat. Saya tidak yakin, kalau pada saat ini ada
pejabat negara di negeri ini yang rumahnya belum diplester seperti rumah Ahmadinejad, ada pejabat
negara yang masih mau mengenakan sepatu yang sudah 'kusam' seperti sepatunya Ahmadinejad, ada pejabat
negara yang masih mau berpakaian sesederhana Ali bin Abi Thalib.

Yang sering kita lihat justru para pejabat yang meributkan kenaikan tunjangan jabatan, kenaikan gaji,
saat pemerintah baru saja menaikkan BBM yang membuat rakyat miskin menjerit. Saya kadang berfikir, tidak
punya rasa empatikah pejabat negara ini atas penderitaan rakyatnya? Tidakkah mereka membaca koran
yang setiap hari memuat berita anak-anak yang menderita gizi buruk, busung lapar, bahkan anak-anak
yang bunuh diri karena malu hanya karena tidak mampu beli seragam pramuka dan tidak mampu membayar uang
sekolah? Saya cuma bisa mengelus dada tiap kali membaca atau menyaksikan berita-berita semacam itu di
media massa. Sedemikian parahnyakah kemiskinan yang menimpa bangsa saya? Sementara para pejabatnya begitu mudahnya mendapatkan uang negara dengan dalih studi
banding ke luar negeri, uang tunjangan jabatan, kenaikan gaji dan sebagainya....

Menyedihkan memang. Tugas menjadi pejabat negara memang berat tapi haruskah dihargai dalam bentuk
materi yang berlebihan? Bukankah seorang pengemban amanah rakyat justru harus rela berkorban dan memilih
sensitifitas yang lebih tinggi atas kesulitan masyarakat di sekitarnya? Rasanya akan terlalu panjang
pertanyaan yang akan dilontarkan jika kita melihat ketimpangan semacam ini. Namun, bisa jadi semua itu
karena sebagian pejabat kita enggan untuk hidup sederhana dan kurang bisa merasakan kesulitan rakyat.
Kelebihan harta sudah mengubah gaya hidup dan membuat mereka lupa akan idealisme serta cita-cita mulia
sebagai pengayom rakyat.

Melihat kondisi semacam ini,benarlah apa sabda Baginda Nabi Muhammad Saw,
"Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan atas kalian sepeninggalku nanti ialah terbuka lebarnya kemewahan dan keindahan dunia ini padamu." (HR Bukhari dan Muslim)


Ya, kemewahan dan gemerlapnya dunia kadang membuat manusia lupa bahwa masih banyak orang yang hidupnya termarjinalkan karena kesulitan ekonomi yang melilit.

Padahal Allah swt dalam surat At-Takasur mengingatkan bahwa "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur," dan di akhir surat itu Allah Swt berfirman,"Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)."

Dalam suratnya yang lain, Allah mengingatkan.:
"Makan dan minumlah tetapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan." (QS 7: 31)

Islam selalu menganjurkan umatnya untuk hidup sederhana. Karena kesederhanaan bisa menghapus jurang
pemisah antara si kaya dan si miskin. Alangkah indahnya, jika para pejabat kita juga mau memberi
contoh untuk hidup sederhana, apalagi mereka digaji dari uang rakyat. Dalam konteks sekarang ini, mungkin
mereka bisa mencontoh kesederhanaan Ahmadinejad, Presiden Iran itu.

Wallahualam.***

12 Jan 2006 10:16 WIB , Oase Iman, Eramuslim (rubina_zalfa@yahoo.com)

No comments: