Wednesday, May 17, 2006

Editorial







SIKAP NASIONALIS DAN AGAMIS,

Mungkinkah dalam satu tubuh?

Sering kita temukan bahwa ada dikotomi kosa istilah politik : agamis dengan nasionalis. Kesan yang menguat adalah bahwa sikap agamis dengan sikap nasionalis tidak mungkin dipertemukan dalam satu batang tubuh. Apa benar?

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan ini. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Nasionalis dalam kondisi ini melahirkan sikap heroik (kepahlawanan)

Nasionalisme itu juga dapat diartikan sebagai paham Kebangsaan yakni paham yang mengajarkan bahwa kesetiaan individu harus diserahkan kepada Negara Kebangsaan (definisi Hans Kohn, dikutip A. Dahlan Ranuwihardja, SH dalam buku Sejarah Lahirnya Pancasila, YAPETA Pusat, Maret 1995).

Lebih lanjut A. Dahlan Ranuwihardja, SH menyatakan bahwa rambu-rambu paham Kebangsaan adalah Pro Kemerdekaan, Anti Penjajahan, Kemerdekaan adalah hasil Perjuangan, Pro Ketuhanan, Anti Atheisme, Pro Tujuan Nasional, Pro Demokrasi, Pro Republik, Pro UUD, Pro Pancasila yang salah satunya Persatuan Indonesia.

Prof MR Notonegoro (Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila) menegaskan Paham Kebangsaan Indonesia yang dalam Pancasila adalah Persatuan Indonesia diartikan sebagai Persatuan Indonesia yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang ber-Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, yang ber-Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan, yang ber-Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.Dan cita-cita Bangsa Indonesia itu sesungguhnya telah diamanatkan oleh Soempah Pemoeda 1928, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya 1928, Pancasila 1945 dan Pembukaan UUD 1945.

Sedangkan Politikus itu Ahli Negara atau Negarawan [Plato, 427 - 347 SM] artinya seorang penguasa dicita-citakan dari seorang akhli Negara yang baik, yang sejati, yang harus berpendirian sesuai dengan Politika, dan harus selalu berusaha kearah kebajikan

Rasanya memang tidaklah mungkin jika sebuah kebajikan dilakukan tanpa tuntunan sebuah hati yang mengakui adanya sesuatu ZAT yang hakiki kebenarannya, yang tuntunan dan ajarannya lengkap serta dapat mengatur dan mengikat moral setiap pengikutnya. Dan karena dipercaya dapat mengawasi selama 24 jam sehari maka mau tak mau mendorong manusia berlaku jujur, melakukan kebajikan, serta menjauhi kezaliman. Inilah Allah yang memiliki agama yang disebarkan melalui nabi-nabinya. Dan di dalam ajaran hampir setiap agama kita mengenal apa yang disebut cinta tanah air atau nasionalisme (dalam khazanah Islam disebut al-wathaniyyah atau hubb al-wathan) yang dianggap sebagai bagian penting dari iman seorang agamis.

Jadi mudah-mudahan dalam konteks ini dikotomi kosa istilah politik agama dan nasionalis yang seperti dua kutub saling berlawanan dapat perlahan dicairkan. Negeri ini memiliki deretan pahlawan nasional besar seperti : Tuanku Imam Bonjol, Falatehan, Kapten Mat Lussy, Cut Nyak Dien, Jenderal Sudirman, dan lain-lain. Para pahlawan ini dikenal memiliki ketulusan jiwa nasionalis yang membaja, dengan dilandasi keyakinan agama yang kuat. Mudah-mudahan dengan tekad penyatuan "kembali" kosa istilah ini suatu saat kita bisa melahirkan "kembali" para Politikus-Nasionalis yang memiliki sikap kenegarawanan, tidak begitu mudah menyerahkan aset-aset negara kepada pihak asing walau dengan ancaman apapun, serta sangat meyakini dan mengamalkan ajaran agamanya.
Semoga.

======






Mahmoud Ahmadinejad :
Presiden Iran yang Nasionalis dan Agamis

Oleh : Mohammad Wildan Hambali

"Jika nuklir ini dinilai jelek dan kami tidak boleh memilikinya, mengapa kalian sebagai adikuasa memilikinya? Sebaliknya, jika teknonuklir ini baik bagi kalian, mengapa kami tidak boleh memakainya juga?" kata Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Iran tentang kontroversi nuklir Iran.



Mayoritas rakyat Iran pada tangga 3 Agustus 2005 akhirnya memutuskan memilih pemimpin dari kubu konservatif, Mahmoud Ahmadinejad, yang digambarkan pers Barat sebagai pemimpin garis keras. Kemenangan Ahmadinejad atas Ali Akbar Hashemi Rafsanjani yang lebih moderat itu menjadikan seluruh tonggak kekuasaan di Iran kini dikuasai tokoh-tokoh konservatif.

Mahmoud Ahmadinejad adalah seorang presiden yang tidak seperti presiden Iran yang lain : pemberani, apa adanya, memegang teguh agama, dan sekaligus nasionalis. Ia juga seorang jenius yang sanggup memobilisasi opini publik. Dalam tahun pertama di bangku kepresidenan ia sanggup memudarkan ketidak jelasan sikap negara Iran dan menjadi salah satu tokoh pemimpin yang penting. Sikap tidak kompromi atas hak negaranya untuk pengayaan uranium demi menyejahterakan negaranya adalah salah satunya. Sikap itu beresiko menciptakan kegelisahan bagi Amerika CS yang diketahui sering bersikap ambigu (double standard) bagi negara-negara yang dianggap bukan sekutunya.

Warga Iran memilih Ahmadinejad, 49, dengan mandat yang jelas yaitu untuk membangun ekonomi Iran. Slogan kampanye nya : "Kami Bisa Melakukannya" (We can do it) tersirat menunjukkan keinginan rakyatnya melawan korupsi dan tidak membuat bom. Sering ia mengeluarkan kalimat retoris seperti anjuran agar Israel dipindahkan ke Alaska atau Eropa. Tapi mantan Walikota Teheran dan Komandan Pengawal Revolusi Iran ini sepertinya ingin memformulasikan pesan: "Inilah waktunya untuk Iran menjadi kuat kembali, dan tidak ada waktu yang lebih baik dari sekarang"

Kemenangan Ahmadinejad kemungkinan besar karena pendekatannya yang sangat baik terhadap kelompok miskin Iran dan tekadnya untuk memerangi korupsi serta melawan dekadensi moral yang ditularkan Barat. Kemenangan ini juga menunjukkan mayoritas rakyat Iran memilih berdasarkan pandangan ideologisnya. Rakyat Iran, digambarkan BBC News, melihat banyak konsumerisme, belanja besar-besaran oleh kelompok-kelompok elite di Teheran. Namun, mayoritas rakyat Iran tidak merasakan keuntungan apa-apa dari meningkatnya pendapatan minyak negaranya.

Oleh karena itu, pilihan rakyat untuk menolak status quo menggambarkan dalamnya frustrasi ekonomi di kalangan rakyat Iran. Ahmadinejad memang menawarkan redistribusi penghasilan negara dari minyak kepada seluruh rakyat Iran dan menasionalisasi kembali aset- aset negara.

Berbeda dengan Rafsanjani (70) yang difavoritkan memenangi pemilu dan menggambarkan dirinya sebagai seorang liberal yang menginginkan hubungan lebih baik dengan Barat, Ahmadinejad mengajak rakyat Iran untuk tidak melupakan prinsip-prinsip revolusi Iran. Pandangan-pandangan dia terhadap Barat pun dinilai kurang menunjukkan adanya kemauan bekerja sama.

Mengenai hubungan dengan Amerika Serikat, presiden baru Iran itu pernah menyampaikan bahwa hubungan dengan AS bukanlah obat untuk menyembuhkan penyakit rakyat Iran.

"Republik Islam Iran tidak takut untuk memperbaiki hubungan, tetapi ... bagaimana melakukannya harus dipelajari dulu sehingga kemerdekaan, harga diri, dan kepercayaan diri bangsa Iran tidak terganggu," paparnya beberapa waktu lalu.

Dia menilai tindakan-tindakan multilateral yang dilakukan AS untuk merusak hubungan dengan Republik Islam ditujukan untuk merusak revolusi Islam. "Amerika bebas untuk merusak hubungannya dengan Iran, tetapi tetap saja Iran sendiri yang akan memutuskan untuk membangun hubungan dengan Amerika," ujarnya tegas.

Sambutan baik atas kemenangan Ahmadinejad disampaikan pemimpin Pakistan melalui rilis yang disampaikan departemen luar negerinya. Sambutan serupa juga disampaikan para pemimpin Syiah dan pemimpin keagamaan Irak. Sementara Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan siap melanjutkan kerja sama nuklir dengan Iran di bawah presiden baru Ahmadinejad.

TUNTUTAN RAKYAT

Tentang program nuklir, Ahmadinejad dalam beberapa kesempatan sebelumnya mengatakan, memiliki teknologi nuklir untuk tujuan damai merupakan tuntutan seluruh bangsa Iran, dan penguasa juga para wakil rakyat harus mengerahkan seluruh kemampuan mereka untuk mewujudkan tuntutan tersebut.

"Mereka yang dalam perundingan ketakutan dan tidak tahu kemauan rakyat ... Pemerintah fundamentalis dan mendapat dukungan rakyat akan secepatnya mengubah pendirian negara untuk keuntungan seluruh bangsa," ujarnya.

Ahmadinejad mengakui AS dan Uni Eropa tidak akan membiarkan Iran maju dengan mudah, tetapi Iran tidak akan menyerah terhadap keinginan mereka. Dalam soal kebebasan dan ruang politik, presiden baru Iran itu menegaskan bahwa rakyat Iran tidak melakukan revolusi untuk memiliki demokrasi. Di bidang ekonomi, mantan Wali Kota Teheran itu menilai, pada saat ini bank-bank swasta tidak memberikan sumbangan positif kepada perekonomian, tetapi malah merusak.

Dia juga bertekad untuk memotong tangan para mafia penguasa dan kelompok-kelompok yang selama ini menggenggam kuat-kuat penghasilan minyak Iran. "Saya mempertaruhkan nyawa saya dalam soal ini. Rakyat harus melihat bagian mereka atas penghasilan dari minyak itu dalam kehidupan mereka sehari-hari," ujarnya tegas.

SIAPA MAHMOUD AHAMDINEJAD ?

Mahmoud Ahmadinejad atau bisa dibaca Ahmadinezhad lahir 28 Oktober 1956 adalah Presiden Iran yang keenam. Jabatan kepresidenannya dimulai pada 3 Agustus 2005. Jabatan walikota Teheran pernah dijabatnya tanggal 3 Mei 2003 hingga 28 Juni 2005 waktu ia terpilih sebagai presiden. Ia dikenal secara luas sebagai seorang tokoh konservatif yang mempunyai pandangan Islamis.

Lahir di desa pertanian Aradan, dekat Garmsar, sekitar 100 km dari Teheran, sebagai putra seorang pandai besi, keluarganya pindah ke Teheran saat dia berusia satu tahun. Dia lulus dari Universitas Sains dan Teknologi Iran (IUST) dengan gelar doktor dalam bidang teknik dan perencanaan lalu lintas dan transportasi.

Pada tahun 1980, dia adalah ketua perwakilan IUST untuk perkumpulan mahasiswa, dan terlibat dalam pendirian Kantor untuk Pereratan Persatuan (daftar-e tahkim-e vahdat), organisasi mahasiswa yang berada di balik perebutan Kedubes Amerika Serikat yang mengakibatkan terjadinya krisis sandera Iran.

Pada masa Perang Iran-Irak, Ahmedinejad bergabung dengan Korps Pengawal Revolusi Islam pada tahun 1986. Dia terlibat dalam misi-misi di Kirkuk, Irak. Dia kemudian menjadi insinyur kepala pasukan keenam Korps dan kepala staf Korps di sebelah barat Iran. Setelah perang, dia bertugas sebagai wakil gubernur dan gubernur Maku dan Khoy, Penasehat Menteri Kebudayaan dan Ajaran Islam, dan gubernur provinsi Ardabil dari 1993 hingga Oktober 1997.

Ketika ia menjabat sebagai walikota Teheran, dia mengembalikan banyak perubahan yang dilakukan walikota-walikota sebelumnya yang lebih moderat dan reformis, dan mementingkan nilai-nilai keagamaan dalam kegiatan-kegiatan di pusat-pusat kebudayaan.

Ahmadinejad diketahui pernah bertengkar dengan Presiden Mohammad Khatami, yang lalu melarangnya menghadiri pertemuan Dewan Menteri, suatu hak yang biasa diberikan kepada para walikota Teheran. Dia telah mengkritik Khatami di depan umum, menuduhnya tidak mengetahui masalah-masalah sehari-hari warga Iran.

Setelah dua tahun sebagai walikota Teheran, Ahmadinejad lalu terpilih sebagai presiden baru Iran. Tak lama setelah terpilih, pada 29 Juni 2005, sempat muncul tuduhan bahwa ia terlibat dalam krisis sandera Iran pada tahun 1979. Iran Focus mengklaim bahwa sebuah foto yang dikeluarkannya menunjukkan Ahmadinejad sedang berjalan menuntun para sandera dalam peristiwa tersebut, namun tuduhan ini tidak pernah dapat dibuktikan.

STATEMENT SANG PRESIDEN
  • Pada 26 Oktober 2005, dalam sebuah pertemuan di hadapan para mahasiswa, mengutip pernyataan Ayatollah Khomeini, ia menyerukan agar Israel "dihapus dari peta dunia" (Wipe off the Map) Pernyataan ini memicu kontroversi dan menuai kecaman dari berbagai pemimpin dunia. Deputi Perdana Menteri Israel Shimon Peres membalas dengan menuntut agar Iran dikeluarkan dari PBB.
  • 14 Desember 2005, ia kembali membuat pernyataan yang kontroversial. Ahmadinejad saat itu berkata bahwa Holocaust, peristiwa pembantaian terhadap kaum Yahudi oleh rezim Jerman Nazi pada masa Perang Dunia II, hanyalah sebuah mitos yang digunakan bangsa Eropa untuk menciptakan negara Yahudi di jantung dunia Islam. Akibat pernyataannya ini, Ahmadinejad kembali dihujani kecaman, termasuk dari Israel dan Jerman.
  • Pada 8 Mei 2006, Ahmadinejad mengirim surat kepada Presiden Amerika Serikat George W Bush perihal seputar penganiayaan uranium Iran. Langkah ini merupakan hal penting dalam memulihkan hubungan diplomatik kedua negara setelah sempat putus sejak 9 April 1980.


Insert Photo:

Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad memberi salam hangat ke arah simpatisannya didampingi Ketua Umum Dewan Tanfiz Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi (kiri) di gedung PBNU Jakarta Pusat, Jum'at (12/5). Ini dalam rangkaian kedatangannya ke Jakarta 9-12 Mei 2006.


  • Pada 10 Mei 2006, ia tiba di Indonesia dalam rangka kunjungan kenegaraan untuk beberapa hari. Selama berada di Indonesia, Presiden Ahmadinejad menghadiri Pertemuan Puncak D-8 di Bali dan mencari solusi damai sehubungan penganiayaan uranium di negaranya. Pertemuannya dengan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menyiratkan sebuah solusi damai masih mungkin terjadi.
Sumber :
  • Pemilu Presiden, Tokoh Konservatif Menang di Iran, Kompas, Minggu 26 Juni 2005
  • Mahmoud Ahmadinejad, Wikipedia, Ensiklopedia bebas, wikipedia .org
  • Iran's High-Stakes Nuclear Gambler By AZADEH MOAVENI, Posted Sunday, Apr. 30, 2006, Time 100 - The People Who Shape Our World.
  • Si Pembuat Berita-Ahmadinejad, Figur Presiden yang Sederhana oleh : Kusmayanto Kadiman- Menteri Negara Riset dan Teknologi RI, Kompas, Minggu 14 Mei 2006
{kiriman : Mohammad Wildan Hambali (moh_wildan@islamonline.com)}


SIKAP AS YANG MENDUA

Presiden George Walker Bush pernah menuduh setidaknya ada tiga negara yang ia sebut sebagai The Axis of Evil. Irak, Iran dan Korea Utara dituduh sebagai negara-negara yang memproduksi senjata pemusnah massal termasuk nuklir. Tapi Amerika sebenarnya seperti seorang maling yang teriak maling.

Jika Iran, Irak dan Korut disebut tengah memproduksi, jauh hari sebelumnya justru Amerika telah mengawasi pembangunan istalalasi nuklir. Dalam kurun waktu tiga puluh tahun terakhir, Amerika telah memproduksi sedikitnya hampir 15 ribu rudal berhulu kepala nuklir. Padahal jika diurut ke belakang, Amerika lah negara pertama yang menghasung ide deklarasi penghapusan senjata nuklir dunia.



Insert Photo :
"Project Manhattan", bom atom pertama akan diuji coba






Negara lain setelah Amerika adalah Rusia, Inggris, Perancis, Cina, Israel, India, dan Pakistan. Namun justru negara-negara seperti Irak , Iran dan Korea Utara yang mendapat tekanan dari Amerika. Rusia, Perancis, Inggris sedikitnya telah memproduksi 30 ribu rudal berhulu ledak nuklir. Tapi apa yang dilakukan Amerika pada negara-negara ini? Nol Besar.

Israel pun dilaporkan memiliki program nuklir yang luar biasa. Tak kurang dari 200 senjata nuklir dengan teknologi tinggi selalu dalam keadaan siap siaga di Tel Aviv. Tapi sekali lagi, Amerika tak pernah bersuara tentang hal ini.

Dan fakta berbicara, setelah aksi penyerangan ke Irak dilakukan, ternyata tak satupun fakta membuktikan adanya produksi senjata pemusnah massal di Irak, termasuk nuklir.

Sumber: Amerika Biang Nuklir, Majalah Sabili No.14 Th. X, 30 Januari 2003

No comments: