Tuesday, June 13, 2006

Satwa Punti Kayu Terbengkalai Sejumlah Satwa Hasil Sitaan dan Pemberian Pemilik



Palembang, KompasSejumlah satwa di kebun binatang mini di Kompleks Hutan Wisata Punti Kayu, Palembang, Sumatera Selatan, terbengkalai. Sebagian satwa langka yang dilindungi diperlakukan dan diberi makanan yang tidak sesuai dengan habitat aslinya.
Berdasarkan pengamatan, Selasa (16/5), kondisi beberapa kandang hewan-hewan itu memprihatinkan.
Kandang beruang madu (Helarcetos malayanus) misalnya yang berukuran 2,5 x 2,5 meter hanya berupa ruang kosong tanpa persediaan air minum. Di lantai kandang itu terdapat beberapa butiran nasi sisa makanan. Padahal, makanan mamalia yang dilindungi itu adalah serangga dan buah-buahan.
Menurut Junaidi, petugas Kebun Binatang Punti Kayu, beberapa hewan telah terbiasa mendapat makanan yang tidak sesuai dengan pola makannya. Siamang (Hylobates syndactylus) yang tergolong satwa dilindungi diberi makan nasi dan pisang. Demikian pula orangutan (Pongo pygmaeus).
Di kebun binatang itu terdapat 15 ekor satwa. Satwa yang dilindungi lainnya adalah macan tutul (Panthera pardus), burung enggang (Bucerotidae), dan landak (Hystrix brachyura).
Junaidi menyebutkan, pemeliharaan seluruh satwa selama ini mengandalkan dana pemasukan dari tiket masuk pengunjung ke kebun binatang. Terbatasnya dana yang tersedia mengakibatkan makanan hewan tidak sesuai dengan habitatnya. Biaya makanan satwa membutuhkan dana sedikitnya Rp 300.000 per hari.
Dengan harga tiket masuk Rp 3.000 per orang, pemasukan rata-rata Rp 200.000 pada hari biasa karena jumlah pengunjung kurang dari 70 orang. Pemasukan baru meningkat menjadi Rp 1 juta lebih pada akhir pekan saat jumlah pengunjung mencapai 400 orang. "Kalau pemasukan sedikit, makanan untuk hewan tidak bisa optimal. Belum lagi dana untuk pengobatan hewan yang sakit," kata Junaidi.

Sitaan
Sejumlah satwa langka di Punti Kayu adalah hasil sitaan dari para pemiliknya yang dilakukan oleh petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan (Sumsel) beberapa waktu lalu. Sebagian satwa lainnya diserahkan pemiliknya karena tidak sanggup lagi memelihara.
Kepala BKSDA Sumsel Dulhadi mengatakan, pengelolaan kawasan Punti Kayu telah diserahkan ke PT Indosuma Putra Citra karena pihaknya tidak memiliki cukup anggaran untuk pemeliharaan satwa-satwa tersebut. "Kalau dana pemeliharaan dari pengelola terbatas, ya mau bagaimana lagi," katanya.
Menurut Dulhadi, hewan-hewan yang populasinya semakin sedikit itu seharusnya segera dikirim ke lembaga konservasi untuk direhabilitasi dan dikembalikan ke habitat aslinya.
"Tetapi sampai sekarang belum ada lembaga konservasi yang bersedia menampung. Jadi, untuk sementara hewan-hewan itu kami titipkan di hutan Punti Kayu," katanya.
Dulhadi di antaranya pernah menawarkan ke pusat penyelamatan satwa di Medan, Sumatera Utara, dan Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah.
Pengamat hewan dari Yayasan Titian, Darmawan Lismanto, mengatakan, pengelola kebun binatang telah melanggar kode etik pemeliharaan satwa. Satwa dilindungi dan langka seharusnya diperlakukan sesuai dengan habitat aslinya. Pemberian makanan yang tidak sesuai dengan pola makan hewan rentan menimbulkan penyakit.
Ia menambahkan, BKSDA harus bertanggung jawab untuk segera mengirimkan satwa titipan itu ke lembaga konservasi untuk direhabilitasi. "Mereka jangan sembarangan menyerahkan pemeliharaan satwa itu ke pihak lain," kata Darmawan.
Ia juga mendesak BKSDA mengingatkan kepada pengelola kebun binatang supaya memelihara hewan sesuai dengan aturan.
Luas hutan wisata Punti Kayu yang ditetapkan 7 Maret 1985 sekitar 50 hektar. Namun yang efektif dikelola saat ini 39,9 hektar. Hutan ini merupakan satu- satunya tempat wisata alam di Palembang. Beberapa fasilitas di taman wisata itu antara lain arena rekreasi anak, kolam renang, danau, museum, kebun binatang, dan kereta mini.
Namun, kolam renang dan kereta mini dibuka pada hari libur. Menurut beberapa petugas, fasilitas itu ditutup pada hari biasa karena sepi pengunjung. (lkt)

Sumber : Harian Kompas, Rabu 17 Mei 2006

No comments: