Memetik Apel di Kota Batu
Tanaman Apel di kota ini pertama kali dikembangkan oleh warga Belanda
KOTA BATU di Jawa Timur , identik dengan buah apel. Di kota yang merupakan pecahan dari Kabupaten Malang ini memang terbentang ribuan hektare tanaman apel yang hampir setiap saat berbuah.
Menurut data pemerintah setempat, lahan perkebunan apel yang tergolong produktif sekitar 2000 hektare atau 15 persen dari luas daerah Kota Batu. Ladang apel itu selain dimiliki oleh perusahaan perkebunan juga warga setempat yang telah ratusan tahun membudidayakan buah yang tergolong disukai oleh masyarakat umum itu.
Kekayaan produk perkebunan tersebut kemudian dijadikan sebagai potensi wisata oleh Pemerintah Kota Batu. Saat ini khususnya pada akhir pekan , ribuan wisatawan asing dan domestik menikmati indahnya perkebunan apel dan merasakan segarnya iklim kota Batu. "Kebun apel yang memanjang dan segarnya iklim kota Batu memang menjadi daya tarik bagi para pengunjung termasuk para turis asing, " ujar Wali Kota Batu, Imam Kabul.
Tempat peristirahatan
Batu, sebagai kota Apel sudah dikenal sebagai kawasan peristirahatan sejak abad ke-10. Itu tercermin dari peningalan-peninggalan Kerajaan Singosari yang kala itu berkuasa adalah Raja Sendok.
Raja yang terkenal dengan kesaktiannya itu memerintahkan Mpu Supo membangun sebuah pesanggrahan sebagai peristirahatan di Songgoriti, Batu. Sebab , keluarga Raja Sendok itu hampir setiap saat beristirahat di Batu.
Mereka memilih Batu sebagai tempat mengaso bukannya tanpa alasan. Daerah ini memiliki panorama yang indah , iklim yang sejuk, dan ratusan sumber mata air. Ada yang dingin segar dan ada pula yang panas alami. Makanya, Mpu Supo membangun sebuah pesanggrahan lengkap dengan candinya yang diberi nama candi Supo. Candi ini hingga sekarang dekat dengan mata air panas Songgoriti.
Sejak Belanda menginjakkan kaki di Bumi Nusantara, meski peninggalan kerajaan itu diperbarui, fungsi kota Batutidak berubah. Kawasan yang dikelilingi beberapa gunung itu tetap dijadikan sebagai daerah peristirahatan dan wisata oleh londo-lndo (sebutan untuk WNA Belanda).
Nama Batu
Nama Batu sebagai kawasan yang berada di atas ketinggian 800-3000 meter dari permukaan laut , tidak diketahui secara pasti sejak kapan sebutan itu ada. Bahkan , siapa pemberi nama itu juga belum ada yang tahu secara pasti.
Berdasarkan cerita dari situs Pemerintah Kota Batu, masyarakat setempat sempat mengisahkan bahwa kata Batu berasal dari nama seorang pengikut Pangeran Diponegoro. Tokoh pejuang itu adalah Abu Ghonaim. Dia akrab disapa Kiai Gubug Angin, yang selanjutnya masyarakat memanggilnya menjadi mbah Wastu. Itu disingkat menjadi mbah Tu, lalu Mbatu, akhirnya jadi Batu, yang dijadikan sebagai nama kota Batu hingga sekarang.
Selama masa hidupnya, Abu Ghonaim ini beristirahat di kawasan kaki gunung Panderman. Dia tinggal di sana dan hidup bermasyarakat. Dia sering memberikan pertolongan pada orang-orang setempat. Masyarakat yang mengenal akhirnya sering berguru pada mbah Tu.
Perguruan yang dipimpin Mbah Tu awalnya hanya diikuti warga di kawasan Sisir, Bumiaji, dan Temas. Namun lambat laun menjadi suatu kelompok masyarakat yang cukup luas. Kawasan Batu pun kemudian berkembang menjadi suatu wilayah tersendiri.
Iklim Batu yang sejuk dan memiliki panorama yang indah tampaknya menjadi daya tarik tersendiri bagi warga pendatang. Sehingga Belanda menjadikan Batu sebagai tempat peristirahatan.
Para londo itu membangun vila-vila di sana sebagai tempat bersantai. Sehingga, tidak berlebihan jika kota Batu menjadi miniatur negara Eropa, karena banyak bangunan yang bercirikan negara Eropa.
Bahkan kota Batu disebut sebagai Swiss kecil di Pulau Jawa (De Klein Switzerland).
Orang Belanda yang membangun vila-vila sebagai tempat peristirahatan di Kota Batu itu juga menanam apel. Mereka membudidayakan apel di sana karena iklimnya mirip dengan iklim Eropa. Dan memang berkembang hingga sekarang.
Jenis apelnya pun bervariasi. Di antaranya apel roombeauty, manalagi dan apel anna.
Ikhtisar :
Kota Batu memiliki sekitar 2000 hektare kebun apel.
Pemerintah setempat menjadikan kebun apel sebagai objek tujuan wisata.
Di kawasan kebun apel, tersedia villa untuk disewakan.
Sumber : Harian Republika, Ahad, 2 April 2006
Tanaman Apel di kota ini pertama kali dikembangkan oleh warga Belanda
KOTA BATU di Jawa Timur , identik dengan buah apel. Di kota yang merupakan pecahan dari Kabupaten Malang ini memang terbentang ribuan hektare tanaman apel yang hampir setiap saat berbuah.
Menurut data pemerintah setempat, lahan perkebunan apel yang tergolong produktif sekitar 2000 hektare atau 15 persen dari luas daerah Kota Batu. Ladang apel itu selain dimiliki oleh perusahaan perkebunan juga warga setempat yang telah ratusan tahun membudidayakan buah yang tergolong disukai oleh masyarakat umum itu.
Kekayaan produk perkebunan tersebut kemudian dijadikan sebagai potensi wisata oleh Pemerintah Kota Batu. Saat ini khususnya pada akhir pekan , ribuan wisatawan asing dan domestik menikmati indahnya perkebunan apel dan merasakan segarnya iklim kota Batu. "Kebun apel yang memanjang dan segarnya iklim kota Batu memang menjadi daya tarik bagi para pengunjung termasuk para turis asing, " ujar Wali Kota Batu, Imam Kabul.
Tempat peristirahatan
Batu, sebagai kota Apel sudah dikenal sebagai kawasan peristirahatan sejak abad ke-10. Itu tercermin dari peningalan-peninggalan Kerajaan Singosari yang kala itu berkuasa adalah Raja Sendok.
Raja yang terkenal dengan kesaktiannya itu memerintahkan Mpu Supo membangun sebuah pesanggrahan sebagai peristirahatan di Songgoriti, Batu. Sebab , keluarga Raja Sendok itu hampir setiap saat beristirahat di Batu.
Mereka memilih Batu sebagai tempat mengaso bukannya tanpa alasan. Daerah ini memiliki panorama yang indah , iklim yang sejuk, dan ratusan sumber mata air. Ada yang dingin segar dan ada pula yang panas alami. Makanya, Mpu Supo membangun sebuah pesanggrahan lengkap dengan candinya yang diberi nama candi Supo. Candi ini hingga sekarang dekat dengan mata air panas Songgoriti.
Sejak Belanda menginjakkan kaki di Bumi Nusantara, meski peninggalan kerajaan itu diperbarui, fungsi kota Batutidak berubah. Kawasan yang dikelilingi beberapa gunung itu tetap dijadikan sebagai daerah peristirahatan dan wisata oleh londo-lndo (sebutan untuk WNA Belanda).
Nama Batu
Nama Batu sebagai kawasan yang berada di atas ketinggian 800-3000 meter dari permukaan laut , tidak diketahui secara pasti sejak kapan sebutan itu ada. Bahkan , siapa pemberi nama itu juga belum ada yang tahu secara pasti.
Berdasarkan cerita dari situs Pemerintah Kota Batu, masyarakat setempat sempat mengisahkan bahwa kata Batu berasal dari nama seorang pengikut Pangeran Diponegoro. Tokoh pejuang itu adalah Abu Ghonaim. Dia akrab disapa Kiai Gubug Angin, yang selanjutnya masyarakat memanggilnya menjadi mbah Wastu. Itu disingkat menjadi mbah Tu, lalu Mbatu, akhirnya jadi Batu, yang dijadikan sebagai nama kota Batu hingga sekarang.
Selama masa hidupnya, Abu Ghonaim ini beristirahat di kawasan kaki gunung Panderman. Dia tinggal di sana dan hidup bermasyarakat. Dia sering memberikan pertolongan pada orang-orang setempat. Masyarakat yang mengenal akhirnya sering berguru pada mbah Tu.
Perguruan yang dipimpin Mbah Tu awalnya hanya diikuti warga di kawasan Sisir, Bumiaji, dan Temas. Namun lambat laun menjadi suatu kelompok masyarakat yang cukup luas. Kawasan Batu pun kemudian berkembang menjadi suatu wilayah tersendiri.
Iklim Batu yang sejuk dan memiliki panorama yang indah tampaknya menjadi daya tarik tersendiri bagi warga pendatang. Sehingga Belanda menjadikan Batu sebagai tempat peristirahatan.
Para londo itu membangun vila-vila di sana sebagai tempat bersantai. Sehingga, tidak berlebihan jika kota Batu menjadi miniatur negara Eropa, karena banyak bangunan yang bercirikan negara Eropa.
Bahkan kota Batu disebut sebagai Swiss kecil di Pulau Jawa (De Klein Switzerland).
Orang Belanda yang membangun vila-vila sebagai tempat peristirahatan di Kota Batu itu juga menanam apel. Mereka membudidayakan apel di sana karena iklimnya mirip dengan iklim Eropa. Dan memang berkembang hingga sekarang.
Jenis apelnya pun bervariasi. Di antaranya apel roombeauty, manalagi dan apel anna.
Ikhtisar :
Kota Batu memiliki sekitar 2000 hektare kebun apel.
Pemerintah setempat menjadikan kebun apel sebagai objek tujuan wisata.
Di kawasan kebun apel, tersedia villa untuk disewakan.
Sumber : Harian Republika, Ahad, 2 April 2006
No comments:
Post a Comment