Monday, April 24, 2006
Indahnya Indonesia
Menyambangi Gili Yang Makin Riuh
Oleh : Susi Ivvaty dan Lasti Kurnia
Gili Trawangan tengah berdandan. Hujan yang terus menerus menyapu pasir tidak menghalangi penduduk setempat membangun bungalow dan kafe. Orang-orang sibuk menanam bunga, mumpung musim hujan. Semua sibuk, termasuk turis-turis yang berjemur di bawah cahaya matahari yang redup
Perjalanan dari kota Mataram ke pulau Gili Trawangan di sisi barat Pulau Lombok bisa ditempuh dua rute. Bisa menyusuri Pantai Senggigi atau lewat jalur tengah hingga sampai ke Pantai Pemenang.
Ada tiga Gili : Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air.Pulau Gili Trawangan sendiri luasnya 380 hektar.Kotanya pun disebut Gili Trawangan. Di pinggir pantainya yang panjangnya hampir 2 km panjangnya itu penuh deretan kafe, belasan operator selam, penyewaan perahu, toko serba ada, dan penginapan. Suasananya memang seperti kota kecil.
Orang-orang yang kebanyakan turis asing hilir mudik berseliweran di jalan utama kawasan itu. Ada yang berjalan kaki, naik sepeda sewaan, atau naik cidomo, kereta beratap yang ditarik kuda sumbawa.
Setelah menitipkan KTP kepada petugas (ini adalah syarat wajib yang belum lama diberlakukan), kami buru-buru menyewa alat selam, sambil mencari info lokasi penyelaman yang cukup jernih, dengan harapan bisa memotret di bawah air. Duh, agak kecewa juga karena ternyata air di sejumlah lokasi sedang keruh dan berarus.
Akhirnya kami menemukan titik penyelaman di Meno Wall, sebelah barat Gili Meno yang cukup jernih. Sebenarnya Meno Wall lebih berupa lereng yang menurun tajam. Disana terlihat hamparan karang yang telah rusak dan mati.Pemandangan itu membuat kami miris. Untungnya kami bertemu dengan penyu hijau (chelonia mydas) di kedalaman 20 meter dan 10 meter, sehingga hati rasanya terhibur.
Insert Photo ( dari kiri ke kanan bawah) :
(1) Bak kampung di negara asing, turis asing hilir mudik dengan sepeda sewaan
(2) Peta lokasi Gili
(3) Melihat penyu di kedalaman10 meter di Meno Wall
Menurut Bambang Arwono, penyelam senior yang mendampingi kami, kerusakan karang ini kebanyakan diakibatkan bom ikan atau terkena jangkar perahu. Perairan di sekitar Gili memang tidak dilengkapi pelampung tempat menambatkan jangkar. Akibatnya, jangkar kapal mungkin saja merusak karang.
Sebenarnya masih banyak titik penyelaman yang sangat menarik di Gili, seperti Sunset Point di selatan Gili Trawangan. Di sana pada kedalaman 18-20 meter penyelam dapat bertemu dengan hiu (White Pit Shark), ikan pari (manta), dan penyu. Atau di Wreck Point, sekitar 500 meter dari Pantai Mentigi, yang pada kedalaman 43 meter terdapat bangkai kapal yang telah penuh terumbu karang.
Menikmati indahnya dunia bawah laut di Gili cukup mahal. Untuk menyewa satu set peralatan selam, selain bagi yang sudah bersertifikat, dikenai biaya 25 US$ (saat ini setara kira-kira Rp. 230.000,-), ini belum termasuk biaya sewa pearhu dan pemandu selam.Untuk snorkeling, biayanya Rp. 50.000,- per orang. Kursus selam juga tersedia bagi mereka yang belum bisa menyelam dengan biaya 300 US$ AS plus mendapat sertifikat.
Ahh.., waktu setengah hari rasanya tidak cukup untuk pelesiran di Gili Trawangan. Namun, waktu menuntut kami harus segera beranjak dan kami pun menyebeang ke Gili Meno. Di sana terdapat taman burung milik seorang warga Australia.
Gili Meno dan Gili Air relatif lebih sepi dibandingkan dengan Gili Trawangan. Gili Air lebih berfungsi sebagai tempat tinggal penduduk. Menurut Saan, kapten kapal sewaan,jumlah penduduk di Gili Air mencapai 800 keluarga, jauh lebih banyak dibandingkan dengan Gili Meno yang hanya 125 keluarga dan Gili Trawangan yang hanya 400 keluarga.
Makin Dikenal
Tiga Gili itu memang sedang berbenah. Resor tersebut kini makin dikenal turis mancanegara selain Senggigi. Penduduk setempat mulai banyak yang menggunakan jaringan internet untuk berhubungan dengan calon turis. Mereka juga mencetak brosur dan disebarluaskan hingga ke Bali dan Jawa.
Pasangan Aco (36) dan Teli (38), kini sedang giat mempromosikan bungalonya. Mereka mengirim surat -e melalui sama2x2001@yahoo.com ke sejumlah turis yang sebelumnya pernah datang ke Gili. Dari sana informasi pun menyebar. "Bungalo kami masih baru, baru tiga, itupun yang terisi biasanya dua saja, "kata Teli.
Dulu, bebagai isu buruk ditebarkan (entah siapa) mengenai Lombok, misalnya soal banyaknya nyamuk malaria. Isu itu pun sekarang masih sering dilontarkan.
"Memang ada sih malaria, namun banyak yang membesar-besarkan sehingga turis takut datang kemari.Banyak juga turis yang langsung dicegat di Bali. Jadi mereka tidak bakal sampai ke mari, kata Teli, penduduk Gili Trawangan.
Tahun 1992 Pemerintah Daerah NTB sempat menggusur warga di sana dengan alasan mereka tidak memiliki izin tinggal dan mendirikan bangunan. Namun, setelah penggusuran, tanah dibiarkan saja. Gili pun berantakan dan penduduk yang perlahan-lahan kembali ke lokasi semula, berswadaya membangun kembali. Menurut Aco, sumbangan pemerintah hanya berupa jalan sepanjang 400-an meter.Bahkan lampu penerangan jalan pun dibuat atas swadaya penduduk.Kini setelah Gili ramai sebagai daerah wisata, pemerintah pun menarik retribusi.
Pelan-pelan, turis mulai melirik keindahan Gili.Kini kafe dan bungalo makin bertebaran di Gili. Turis pun membanjir. Ada keindahan lain selain Senggigi di Lombok, atau bahkan Bali. Datanglah ke Gili.
(Sumber : Kompas Minggu 19 Pebruari 2006)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment